Tak banyak rumah sakit daerah yang melewati tiga masa sejarah Indonesia, yaitu masa penjajahan Belanda, pendudukan Jepang dan kemerdekaan. Salah satu dari sedikit rumah sakit yang mengecap tiga masa itu, terletak nun jauh di ujung pulau Jawa. Tepatnya di Parakan Jawa Tengah.
RS Kristen Ngesti Waluyo menjadi RS daerah yang mampu eksis dan teruji selama tiga masa. Walaupun sejarah pernah mencatat bahwa rumah sakit ini tinggal puing-puing, namun hubungan batin yang kuat antara rumah sakit (sebagai institusi) dengan personel yang dimilikinya, membuat RS Ngesti Waluyo seolah bangkit dari puing yang remuk redam.
Sejarah RSK Ngesti Waluyo sendiri dimulai tahun 1922, saat Markelyn membangun sebuah Balai Pengobatan sederhana. Antara tahun 1929 hingga 1930, balai kesehatan tersebut berkembang menjadi RS Pembantu Parakan (RSP Parakan-red) dibawah pengawasan Dr J Offringa (pimpinan RS Petro Nella Jogyakarta/kini Bethesda-red).
Kemudian, tahun 1930 hingga 1942, pengawasan RSP Parakan diserahkan pada Dr GJ Dreckmeier. Tercatat, ada sepuluh orang pribumi (enam mantri dan empat bidan), yang mengelola RSP Parakan tersebut. Di masa pendudukan tahun 1942-1945, RSP Parakan diambil alih Jepang. Mantri yang bertugas tersisa dua orang yaitu Elly Martotenojo dan Soekarman.
Setelah Indonesia merdeka, RS ini kemudian diambil alih pemerintah RI. Ironisnya, sejarah RS Pembantu Parakan antara rentang tahun 1945 hingga 1954 menggores, institusi kesehatan ini berubah fungsi ‘cuma’ menjadi poliklinik. Karena, ‘zaal’ yang dimiliki dipakai sebagai asrama polisi.
Perjuangan Panjang Meraih Pengakuan
Mungkin nama RS Pembantu Parakan (yang kelak mejadi RSK Ngesti Waluyo-red) tinggal kenangan, jika tiada inisiatif dari Ds Probo Winoto untuk membentuk tim pengembalian RS Pembantu Parakan dari tangan pemerintah. Apalagi pada saat itu, bupati Temanggung mengusulkan agar tanah dimana RS Pembantu Parakan pernah berdiri, diganti dengan uang saja.
Namun, dengan itikad kuat dari tim yang bertugas, maka dikirimlah surat pada Menteri Kesehatan saat itu, J. Leimena, agar RS Pembantu Parakan dikembalikan pada fungsi sebenarnya. Akhirnya, pada pertengahan tahun 1955 permohonan tersebut dikabulkan. Maka dimulailah pembangunan kembali RSP Parakan yang kondisinya telah menjadi puing.
Pada tanggal 1 September 1955, pembangunan/renovasi RSP Parakan selesai. Hari itu, dianggap sebagai hari jadi RSK Ngesti Waluyo. Sedangkan nama RSK Ngesti Waluyo sendiri mulai ‘dikenakan’ tatkala tim panitia berkumpul tahun 1956 di Kaliurang Jogyakarta. Ketika itu, panitia menginap di hotel Ngesti Roso (Daya Rasa-red). Lalu muncul keinginan untuk merubah nama RS menjadi RS Ngesti Waluyo yang makna selengkapnya ‘berdaya upaya mencari kesembuhan’.
Nama inilah yang tetap eksis hingga kini dan terdaftar di Departemen Kesehatan Indonesia. Selama perjalanan sejarahnya, RS ini dipimpin oleh 5 orang dokter baik berkenegaraan Belanda maupun Indonesia.
Periode tahun 1955-1959 (pembenahan) dibawah pimpinan dr. Wardojo. Lalu periode persiapan 1959-1963 dibawah pimpinan Dr GJ Dreckmeier, periode pelaksanaan 1963-1967 dibawah pimpinan Dr C Braakman, periode pengembangan 1967-1978 dibawah pimpinan Dr Wibowo Hanindito, dan perluasan tahun 1978 hingga kini oleh Dr Timotius Widyanto.
Sejak berdiri hingga sekarang, Rumah Sakit telah mengalami pergantian kepemimpinan, yaitu :
1. dr. Wardoyo : 1955 - 1959
2. dr. G.J. Dreckmeier : 1959 - 1963
3. dr. C. Braakman : 1963 - 1967
4. dr. Wibowo Hanindito : 1967 - 1978
5. dr. Timotius Widyanto, M.Kes. : 1978 - 2000
6. dr. Regowo, M.kes. : 2000 - 2010
7. dr. Lilik Setyawan, MPH : 2010 - 2020
8. dr. Mintono, Sp.B.,FINACS : 2020 - Sekarang
Prestasi RSK Ngesti Waluyo
Tentunya, sejarah panjang RSK Ngesti Waluyo juga dihiasi oleh prestasi. Justru, prestasi mulai terukir di tahun 90-an. RS ini pernah tercatat sebagai Juara II Penampilan Kerja Terbaik RSU Swasta tipe madya tahun 1991, dan pada tahun 1992 prestasi ini diperbaiki hingga menjadi juara pertama.
Di tahun yang sama, Menkes RI memberikan piagam dan piala dalam kategori RS Swasta tipe madya yang meraih juara pertama dalam bidang Kemampuan Pelayanan Kesehatan. Tahun 1994, RS ini mencatat prestasi dengan menjadi juara bertahan penampilan kerja terbaik RSU Swasta tipe madya. Penghargaan ini diberikan Kanwil Depkes Propinsi Jawa Tengah.
Tahun 1994 itu pulalah, RSK Ngesti Waluyo mencatat prestasi internasionalnya. Yaitu, mendapat plakat penghargaan internasional sebagai “Baby Friendly Hospital (RS Sayang Bayi)” dari WHO dan UNICEF.
Di tahun 1998, RSK Ngesti Waluyo berhasil mengejewantahkan dirinya dengan mendapatkan Sertifikat Akreditasi Rumah Sakit dari pemerintah dengan klasifikasi Akreditasi Penuh (3 tahun). Sehingga di bulan Desember 1998, pemerintah memberikan kepercayaan sebagai RS pelaksana Program Penanggulangan TB Paru Strategi DOTS.
Hingga saat ini, RSK Ngesti Waluyo merupakan satu-satunya RS swasta di Jawa Tengah yang dipercaya menjadi pelaksana program TB paru.